soal kecoak : Dari Kecoak ya kecoak!
Seekor kecoak terkesima saat melihat kupu-kupu lewat di hadapannya. Detik itulah ia bermimpi menjadi kupu-kupu. Ya, kecoak itu begitu terpesona dengan sayap kemilau, dan kaki-kaki kecil sang kupu yang anggun. Warna-warna indah yang terlukis pada sayap-sayap kupu telah membutakan diri kecoak. Ia bahkan lupa jika dirinya hanyalah seekor kecoak. Binatang kecil seukuran ibu jari yang bibenci manusia. Serangga yang dicap jorok dan tinggal di antara sampah, pula kotoran.
Kecoak satu ini telah terobsesi pada kupu-kupu. Iapun mencoba untuk melakukan hal-hal yang dilakukan oleh kupu-kupu. Ia mewarnai sayapnya yang kecokelatan dengan warna cerah nan mengkilap. Kemudian iapun belajar terbang. Sayangnya sayap kecil si kecoak hanya mampu menahan tubuhnya beberapa detik saja.
"Ihh ada kecoak terbang!"
"Brukk, Bruk Bruukk!"
Hampir saja kepalanya putus dipukul dan digencet manusia yang jijik melihatnya.
Kecoak kita yang satu ini tidak menyerah begitu saja, pada hari berikutnya ia tetap terbang sambil hinggap di bunga-bunga. Walaupun ia tidak bisa terbang seperti kupu-kupu, ia akan menempel pada batang bunga dan merayap ke atas sampai ke kelopak bunga melati yang sedang mekar itu. Duri-duri nampaknya tak menyurutkan semangat si kecoak.
"Heh! Baumu busuk sekali! Pergi dari sini! Seenaknya saja datang, kamu pikir kamu siapa? Kumbang bukan, kupu-kupu juga bukan!"
Kecoak ini tetap teguh pada pendiriannya, ia tetap melompat-lompat ke bunga lain walaupun mendapat perlakuan yang sama.
Kecoak kita ini mendadak terkenal diantara serangga dan bunga-bunga. Ia menjadi bahan pembicaraan semua binatang. Lebih tepatnya bahan olok-olok. Bahkan kupu-kupu yang mendengarnya ikut mengolok.
Hingga pada suatu hari, ada kupu-kupu yang sengaja datang menemui si kecoak. Kupu-kupu itu hanya tersenyum ketika kecoak memandanginya dengan penuh kekaguman.
"Mengapa kau begitu ingin seperti kami?"
"Karena kalian indah, memukau, dan tak ada yang membenci kalian."
Hening.
"Sangat naif. Apa kau lupa? Banyak yang membenci kami ketika kami masih menjadi ulat."
Kecoak terdiam.
Hening lagi.
Kupu-kupu kemudian mengibaskan sayapnya dan bersiap untuk terbang. Sementara kecoak tetap diam dan tertunduk menatap gundukan kerikil di sampingnya.
"Apa kalian tidak ingin menjadi angin? Yang bisa bebas kemanapun dan tidak berada di suatu tempat dalam waktu yang lama?"
"Tidak. Karena kami kerikil, selamanya akan tetap menjadi kerikil."
Mendengar perkataan kerikil-kerikil di sampingnya, kecoak kemudian memakan dirinya sendiri dan mati dalam keheningan siang bolong.
https://www.facebook.com/notes/gesti-djendoel/kecoak-ya-kecoak/10150490937769789
Jakarta, 27 November 2011
dalam ruangruang pergulatan jiwa
Kecoak satu ini telah terobsesi pada kupu-kupu. Iapun mencoba untuk melakukan hal-hal yang dilakukan oleh kupu-kupu. Ia mewarnai sayapnya yang kecokelatan dengan warna cerah nan mengkilap. Kemudian iapun belajar terbang. Sayangnya sayap kecil si kecoak hanya mampu menahan tubuhnya beberapa detik saja.
"Ihh ada kecoak terbang!"
"Brukk, Bruk Bruukk!"
Hampir saja kepalanya putus dipukul dan digencet manusia yang jijik melihatnya.
Kecoak kita yang satu ini tidak menyerah begitu saja, pada hari berikutnya ia tetap terbang sambil hinggap di bunga-bunga. Walaupun ia tidak bisa terbang seperti kupu-kupu, ia akan menempel pada batang bunga dan merayap ke atas sampai ke kelopak bunga melati yang sedang mekar itu. Duri-duri nampaknya tak menyurutkan semangat si kecoak.
"Heh! Baumu busuk sekali! Pergi dari sini! Seenaknya saja datang, kamu pikir kamu siapa? Kumbang bukan, kupu-kupu juga bukan!"
Kecoak ini tetap teguh pada pendiriannya, ia tetap melompat-lompat ke bunga lain walaupun mendapat perlakuan yang sama.
Kecoak kita ini mendadak terkenal diantara serangga dan bunga-bunga. Ia menjadi bahan pembicaraan semua binatang. Lebih tepatnya bahan olok-olok. Bahkan kupu-kupu yang mendengarnya ikut mengolok.
Hingga pada suatu hari, ada kupu-kupu yang sengaja datang menemui si kecoak. Kupu-kupu itu hanya tersenyum ketika kecoak memandanginya dengan penuh kekaguman.
"Mengapa kau begitu ingin seperti kami?"
"Karena kalian indah, memukau, dan tak ada yang membenci kalian."
Hening.
"Sangat naif. Apa kau lupa? Banyak yang membenci kami ketika kami masih menjadi ulat."
Kecoak terdiam.
Hening lagi.
Kupu-kupu kemudian mengibaskan sayapnya dan bersiap untuk terbang. Sementara kecoak tetap diam dan tertunduk menatap gundukan kerikil di sampingnya.
"Apa kalian tidak ingin menjadi angin? Yang bisa bebas kemanapun dan tidak berada di suatu tempat dalam waktu yang lama?"
"Tidak. Karena kami kerikil, selamanya akan tetap menjadi kerikil."
Mendengar perkataan kerikil-kerikil di sampingnya, kecoak kemudian memakan dirinya sendiri dan mati dalam keheningan siang bolong.
https://www.facebook.com/notes/gesti-djendoel/kecoak-ya-kecoak/10150490937769789
Jakarta, 27 November 2011
dalam ruangruang pergulatan jiwa
Komentar
Posting Komentar