Soal E-Commerce Part 4
IT, Cyber Crime dalam E-Commerce dan Perlakuan Hukumnya
Bingung dan belum paham soal hukum yang mengatur kejahatan penipuan E-Commerce? Penipuan dalam bentuk apapun sebenarnya sama. Perbedaanya terletak pada sarana perbuatannya, yakni dengan menggunakan sistem elektronik alias lewat E-Commerce. Hardwarenya -seperti yang kita tahu- perangkat telekomunikasi, komputer dan internet. Sehingga secara hukum, penipuan oline juga dapat dijerat dengan dasar hukum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana alias KUHP.
Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pelaku penipuan saat ini adalah Pasal 378 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
"Barang siapa dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan
memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan
rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam
karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."
Sedangkan, jika dijerat menggunakan UU No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”), maka pasal yang
dikenakan adalah Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Ancaman pidana dari pasal tersebut
adalah penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1
miliar (Pasal 45 ayat [2] UU ITE).
Untuk pembuktiannya, APH bisa
menggunakan bukti elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai perluasan bukti
sebagaimana Pasal 5 ayat (2) UU ITE, di samping bukti konvensional lainnya
sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).
Melihat pasal 28 UU ITE ayat 1 ini sebenarnya agak rancu. Karena tidak disebutkan soal penipuan di sana. Pasal 28 ayat (1) UU ITE saat ini
bersifat general/umum dengan titik berat perbuatan “penyebaran berita bohong
dan menyesatkan” serta pada “kerugian” yang diakibatkan perbuatan
tersebut.
Beberapa negara
maju mengkategorikan secara terpisah delik penipuan yang dilakukan secara online
(computer related fraud) dalam ketentuan khusus cyber crime.
Sedangkan di Indonesia, UU ITE yang ada saat ini belum memuat pasal
khusus/eksplisit tentang delik “penipuan”.
Tujuan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU
ITE tersebut adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak dan
kepentingan konsumen. Perbedaan prinsipnya dengan delik penipuan pada KUHP
adalah unsur “menguntungkan diri sendiri” dalam Pasal 378 KUHP
tidak tercantum lagi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dengan konsekuensi hukum
bahwa diuntungkan atau tidaknya pelaku penipuan, tidak menghapus unsur pidana
atas perbuatan tersebut dengan ketentuan perbuatan tersebut terbukti
menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Delik khusus “penipuan” dalam UU ITE, baru akan dimasukkan
dalam Rancangan Undang-Undang tentang Revisi UU ITE yang saat ini dalam tahap
pembahasan antar-kementerian.
Undang-Undang
No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (“UU ITE”) tidak secara khusus mengatur
mengenai tindak pidana penipuan.
Secara garis besar, batas hukum yang ditentukan oleh pemerintah sebenarnya sudah cukup jelas, Hanya saja soal cyber crime belum menyentuh tentang penipuan yang marak terjadi di online shop.
Monggo pada jadi menteri, jadi biar aturannya makin jelas.. hehe :p
Dari: berbagai sumber
gambar : http://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&docid=gjMUdfHCLSdLoM&tbnid=-k2wZlZfxKPZ1M:&ved=0CAQQjB0&url=http%3A%2F%2Fwww.gadgetsmagazine.com.ph%2Fnews%2Fanti-cybercrime-law-signed-what-you-need-to-know-to-stay-out-of-trouble.html&ei=7MSEU8_NENSJuATWqIHwCA&bvm=bv.67720277,d.c2E&psig=AFQjCNEJFvgQCDberTz8eOgU7n5BGwPMwQ&ust=1401296432218
Komentar
Posting Komentar