Nenen Bapak dan Makan Buntut Cicak
Dear anakku Maryam,
Setelah kamu dewasa nanti, mungkin kamu akan banyak bertanya
seperti apa masa kecilmu. Maafkan jika ibu tidak bisa menceritakan semuanya
dengan detail. Untuk itu, ibu membuat catatan pada blog sederhana ini dan
mengisinya, selagi sempat.
Bukan, bukan karena ibu melupakan tumbuh kembangmu dengan
sibuk bekerja. Tapi mamak-mamak multitasking memang rentan banget kena penyakit
lupa, hehehe.
Jadi begini Mbak Iyam, beberapa hari yang lalu ada
pengalaman menarik dan selalu bikin ibu ketawa kalau inget. Pertama, waktu kamu
nenen Bapak.
Iya, kamu pernah nenen Bapak! Hahahahahaha.
Ceritanya waktu malem-malem kamu mendadak haus. Terus
nyariin nenen sambil merem. Nah, kebetulan di sebelah kananmu itu Bapak lagi
tidur tanpa memakai kaos, nduk. Mungkin kepanasan karena malam itu memang gerah
banget.
Kamu mungkin lihat nenen Bapak samar-samar terus langsung
caplok. Hap! Lalu Bapakmu kaget dan teriak “Haaaa? Ini Bapak yaaaaammm,
hahahahaha”
Kamu kaget dan menangis. Lalu ibu bangun mendengar kalian
berdua begitu gaduh. (Waktu itu, adek masih di perut, mungkin dia ikutan bangun
juga).
“Kenapa to Pak?”
“Ini lho, dikira nenen Ibu, wong nenennya Bapak malah
dikenyotin, hahahaha”
“Tadi udah nenen beneran Pak?”
“Ya udah, jadi geli. Makanya kaget langsung kebangun.
Maryamnya juga kaget. Jadi kita sama-sama kaget tadi hahahahaha.”
Kamu kemudian kembali terlelap setelah insiden nenen Bapak.
Sejak kejadian itu, Bapak tidak tidur di sebelahmu lagi, tapi di samping ibu.
Katanya, biar nggak salah nenen lagi.
Hehehehe.
Lalu yang kedua, waktu kamu makan buntut cicak.
Sampai sekarang ibu masih sangsi dan belum yakin memang,
apakah kamu betul-betul makan buntut cicak. Jadi ceritanya, ibu sedang ke kamar
mandi sebentar dan kamu main sama Bapak. Habis itu ibu lihat kamu lagi
mengunyah sesuatu. Penasaran, ibu coba menyuruh kamu buka mulut. Tapi kamu
nggak mau.
“Pak, ini iyam makan apaan si? Kok mulutnya kayak
ngunyah-ngunyah. Di cek susah. Ga mau dibuka ni susah banget.”
“Kayanya buntut cicak deh.”
Baru aja Bapak bilang gitu ada cicak kecil lari tanpa buntut
di kursi deket kamu main. “Apa???? I...itu cicaknya.... Tidaaaaaaaakkkkkkkk.”
“Coba. Tanya sendiri sama iyam. Yam, kamu makan apa barusan?”
Kamu bilang : “Cicak.”
Ibu mau pingsan dengernya, nak. Terus pingin nangis. Secara,
gimana ya. Ibu kan paling geli dan jijik sama Cicak, eeee lha kok ini malah
kamu makan buntut cicak. Kamu memandang ibu, lalu ikutan mau nangis. Habis itu,
ibu tepuk pundak Bapak. “Bapak ini! Bukan makan cicak itu laaaaah.”
Kamu lalu nangis takut. Hehehe, maafkan ibu yang terlalu reaksioner
ya nak. Ibu sekarang sudah berdamai dengan keadaan. Ya sudah, kalau memang kamu
makan cicak beneran nggakpapa yang penting kamu sehat dan enggak kenapa-kenapa.
Untuk memastikan kamu baik-baik saja, ibu tak bisa tidur
semalaman. Sebentar-sebentar cek kondisimu. Sampai cium-cium nafas dan bau
mulutmu (barangkali ada bau cicak gitu).
Alhamdulillah, kamu sehat, pagi pun
kamu ceria seperti biasa, ucek-cek mata dan minta makan. Lalu pup dengan lancar
dengan bentuk feses normal. (Ibu ga bisa cek ada buntut cicak apa nggak di
pupmu, karena waktu hamil adek ibu selalu muntah kalau bau pup)
Selalu sehat dan bahagia ya nak :*
NB : Kata Bapak, mendingan kamu makan buntut cicak daripada
maem plastik. Eughhh, buat ibu ya nggak mending semua.
Komentar
Posting Komentar