Nenen Bapak dan Makan Buntut Cicak




Dear anakku Maryam,

Setelah kamu dewasa nanti, mungkin kamu akan banyak bertanya seperti apa masa kecilmu. Maafkan jika ibu tidak bisa menceritakan semuanya dengan detail. Untuk itu, ibu membuat catatan pada blog sederhana ini dan mengisinya, selagi sempat.

Bukan, bukan karena ibu melupakan tumbuh kembangmu dengan sibuk bekerja. Tapi mamak-mamak multitasking memang rentan banget kena penyakit lupa, hehehe.

Ini kamu usianya sekitar 15 bulan. Lagi nungguin Mbah jualan es. Biar laris. Soalnya kalau kamu ikutan mejeng, jadi banyak anak-anak SMP yang pada gemes, terus lama-lama jadi pada beli es deh. Hehehe.


Jadi begini Mbak Iyam, beberapa hari yang lalu ada pengalaman menarik dan selalu bikin ibu ketawa kalau inget. Pertama, waktu kamu nenen Bapak.

Iya, kamu pernah nenen Bapak! Hahahahahaha.

Ceritanya waktu malem-malem kamu mendadak haus. Terus nyariin nenen sambil merem. Nah, kebetulan di sebelah kananmu itu Bapak lagi tidur tanpa memakai kaos, nduk. Mungkin kepanasan karena malam itu memang gerah banget.

Kamu mungkin lihat nenen Bapak samar-samar terus langsung caplok. Hap! Lalu Bapakmu kaget dan teriak “Haaaa? Ini Bapak yaaaaammm, hahahahaha”

Kamu kaget dan menangis. Lalu ibu bangun mendengar kalian berdua begitu gaduh. (Waktu itu, adek masih di perut, mungkin dia ikutan bangun juga).

“Kenapa to Pak?”

“Ini lho, dikira nenen Ibu, wong nenennya Bapak malah dikenyotin, hahahaha”

“Tadi udah nenen beneran Pak?”

“Ya udah, jadi geli. Makanya kaget langsung kebangun. Maryamnya juga kaget. Jadi kita sama-sama kaget tadi hahahahaha.”

Kamu kemudian kembali terlelap setelah insiden nenen Bapak. Sejak kejadian itu, Bapak tidak tidur di sebelahmu lagi, tapi di samping ibu. Katanya,  biar nggak salah nenen lagi. Hehehehe.

Lalu yang kedua, waktu kamu makan buntut cicak.
Sampai sekarang ibu masih sangsi dan belum yakin memang, apakah kamu betul-betul makan buntut cicak. Jadi ceritanya, ibu sedang ke kamar mandi sebentar dan kamu main sama Bapak. Habis itu ibu lihat kamu lagi mengunyah sesuatu. Penasaran, ibu coba menyuruh kamu buka mulut. Tapi kamu nggak mau.

“Pak, ini iyam makan apaan si? Kok mulutnya kayak ngunyah-ngunyah. Di cek susah. Ga mau dibuka ni susah banget.”

“Kayanya buntut cicak deh.”

Baru aja Bapak bilang gitu ada cicak kecil lari tanpa buntut di kursi deket kamu main. “Apa???? I...itu cicaknya.... Tidaaaaaaaakkkkkkkk.”

“Coba. Tanya sendiri sama iyam. Yam, kamu makan apa barusan?”

Kamu bilang : “Cicak.”

Ibu mau pingsan dengernya, nak. Terus pingin nangis. Secara, gimana ya. Ibu kan paling geli dan jijik sama Cicak, eeee lha kok ini malah kamu makan buntut cicak. Kamu memandang ibu, lalu ikutan mau nangis. Habis itu, ibu tepuk pundak Bapak. “Bapak ini! Bukan makan cicak itu laaaaah.”

Kamu lalu nangis takut. Hehehe, maafkan ibu yang terlalu reaksioner ya nak. Ibu sekarang sudah berdamai dengan keadaan. Ya sudah, kalau memang kamu makan cicak beneran nggakpapa yang penting kamu sehat dan enggak kenapa-kenapa.

Untuk memastikan kamu baik-baik saja, ibu tak bisa tidur semalaman. Sebentar-sebentar cek kondisimu. Sampai cium-cium nafas dan bau mulutmu (barangkali ada bau cicak gitu). 

Alhamdulillah, kamu sehat, pagi pun kamu ceria seperti biasa, ucek-cek mata dan minta makan. Lalu pup dengan lancar dengan bentuk feses normal. (Ibu ga bisa cek ada buntut cicak apa nggak di pupmu, karena waktu hamil adek ibu selalu muntah kalau bau pup)

Selalu sehat dan bahagia ya nak :*


NB : Kata Bapak, mendingan kamu makan buntut cicak daripada maem plastik. Eughhh, buat ibu ya nggak mending semua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita-ceritanya Bumil (Lagi)

Susu Tempe dan Puding Tempe, Dih Emang Enak?

Bingung Puting Makanan Apaan Sih?