Bedanya Bumil di Perkotaan dan Pedesaan....





Saya tinggal di kota Purwokerto. Kalau dibilang kota, ya enggak kota metropolitan banget sih. Tapi memang, kemana-mana deket. Ke pusat perbelanjaan tinggal jalan kaki, mau ke rumah sakit pun ga ada lima menit. Banyak pula rumah sakitnya. Bahkan rumah sakit Provinsi yang paling besar pun, jaraknya juga deket banget.

Hal ini yang membuat saya di awal kehamilan sangat jarang mengakses fasilitas kesehatan pertama seperti puskesmas. Secara, saya waktu tinggal di Purworejo (daerah Bagelen) puskesmas ya peralatan seadanya banget. Ke sana pun hanya dua kali, waktu keracunan makanan (karena lebih deket ke puskesmas jadi cepet) lalu yang kedua, waktu mau nikah (karena KTP saya masih Purworejo jadi suntik TT pun di sana).

Jadi nggak kebayang gitu pergi ke puskesmas. Yang ada di benak saya ya puskesmas itu rata-rata agak (maaf) kumuh, kuno, bangunannya lama dan serem, petugas kesehatannya banyak yang jutek, pelayanannya kurang (kalo kasih obat ya itu-itu aja obatnya sampe apal).

Dengan demikian, saya kalo periksa ya langsung ke dokter. Waktu hamil pertama pun, langsung ke Spog alias spesialis kandungan tiap bulan (padahal setiap periksa minimal harus keluarin kocek paling dikit Rp 300 ribu-Rp 700 ribuan). Setelah mengetahui di puskesmas juga bisa periksa hamil (sama bidan) akhirnya, di trimester akhir pas hamil pertama, sekitar usia kandungan delapan bulan saya coba ke puskesmas.

 Waktu itu, saya ke Puskesmas Purwokerto Timur II dan takjub. Wooow, ini puskesmas? Kok bersih? Kayak rumah sakit tapi kecil. Kok bidannya ramah dan baik? (Dasar sayanya yang gak update kalo ini mah). Apalagi mendengar di Puskesmas itu menerima persalinan, saya langsung putuskan untuk melahirkan di Puskesmas (sekarang udah ngga nerima persalinan lagi, hiks). Komplit juga, ada infus, ada tabung oksigen (sempet dipasang karena saya kehabisan tenaga di menit terakhir).


Lalu apa beda bumil di perkotaan dan pedesaan?



Sesuai pengalaman saya, bumil di wilayah kota rata-rata lebih memilih periksa langsung ke dokter spesialis dan rumah sakit. Bahkan untuk imunisasi anak pun, pilih ke rumah sakit dengan dokter spesialis anak. Padahal kalo di puskesmas kan, gratis. Hehehe. Update ilmu, cukup googling. Hehehe. Padahal yang di mbah google itu kan belum tentu tepat buat semua bumil.

Alur komunikasi rujukan pun, kadang tak dipahami para ibu hamil di kota. Bagi pengguna BPJS, tentu tahu kan, kalau kita mestinya ke faskes I dulu, baru bisa ke faskes II. Dari faskes I dapat rujukan, terus ke faskes II. Kalau bumil kota mah, langsung aja ke faskes II, rujukan menyusul. Hehehe..

Di puskesmas, aturan rujukan ini agak ketat. Puskesmas hanya mau merujuk pasien sesuai faskes II yang bekerjasama dengan faskes I. Itupun dengan faktor penyulit. Kalau nggak ada faktor penyulit, jangan harap bisa langsung bisa lahiran gratis di faskes II.

Yang menarik lagi, saya pun baru tahu, kalau setiap ibu hamil di Banyumas itu selalu di data oleh kader Posyandu atau bidan desa. Data yang didapat kemudian dikumpulkan, lalu diserahkan pada puskesmas kecamatan. Setiap puskesmas kecamatan ini memiliki program kelas kehamilan (saya baru ikut minggu kemarin, seru dan bagus banget!)

Saya pun iseng bertanya ke Bu Bidan Arini, dari Puskesmas Purwokerto Selatan. Ternyata, kabupaten Banyumas memang gencar mengadakan kelas kehamilan. Tentu bukan alasan, kabupaten Banyumas memiliki angka kematian ibu (AKI) yang cukup tinggi. Tahun 2016 saja, ada 22 ibu yang meninggal.


Banyak banget yang di bahas di kelas kehamilan ini, ada tentang Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Mitos seputar kehamilan, sampai penggunaan KB dan senam hamil. P4K itu ternyata bentuknya stiker dan harus dipasang di depan rumah. Tujuannya, biar saat menghadapi persalinan yang mendadak, ibu hamil bisa mengambil keputusan dengan tepat dan cepat. Secara kalo lagi mules-mules terus ditanya-tanyain gitu mah, mana bisa konsen :)))))

Bidan Arini, menjelaskan stiker P4K di kelas kehamilan. Kelas kehamilan ini gratis, program dari pemerintah kabupaten Banyumas. Kalau di daerah desa, biasanya selalu ada kok. Kalau di kota memang jarang, karena keterbatasan tenaga, katanya begitu...

Jadilah P4K ini sebagai perencanaan jauh-jauh hari. Kalo liat stiker itu terus kan, jadi inget dan nempel di otak, hehehe jadi dalam kondisi panik pun bisa jawab. Saya beneran, nggak ngerti kalo ada stiker P4K segala. Stagaaa, beneran ga update. 

Penampakan Stiker P4K. Lengkap banget dari pendamping persalinan sampai calon pendonor darah udah harus siap dibooking jauh-jauh hari. Ya kita nggak tahu kan, apa yang akan terjadi saat persalinan kelak? Mudah-mudahan si lancar jaya, tapi toh apa salahnya bersiap lebih dini :))))



Mitos yang dibahas seperti :

-Minum minyak biar persalinan lancar : Full mitos. Nggak ada hubungannya tuh, minyak kan masuk ke pencernaan bukan ke rahim. Jadi mau minum minyak segalon juga nggak pengaruh ke lancarnya persalinan.

-Bawa peniti dan gunting kemana-mana saat hamil : Full mitos. Ini katanya kan biar ga diikutin kuntilanak, tapi justru membahayakan. Kalo peniti pas lepas trus nancep ke perut gimana? Belom lagi kalo penitinya karatan.. Awwwww

-Gak boleh tidur siang hari habis melahirkan, takutnya pandangan cepet kabur : Full Mitos. Ibu setelah melahirkan justru butuh istirahat. Gak kebayang kan, kalo malem begadangan nyusuin, gantiin popok, malah ga boleh tidur siang. Ini ga ada pengaruhnya sama sekali ke mata, nggak terbukti.

-Makan telor mentah biar lahiran kuat : Mitos. Ini malah membahayakan sang ibu sendiri. Telur itu kulitnya tipis, kata Bidan Arini, mana keluarnya kan di tempat yang kotor. Jadi rentan kena bakteri. Kalau lagi hamil kena bakteri, nantinya malah membahayakan ibu dan janinnya.

-Gak boleh makan amis seperti ikan, abis melahirkan : Full mitos. Katanya sih karena makan amis asinya jadi amis. Justru ikan itu banyak mengandung protein, abis lairan ibu butuh asupan protein..kok malah nggak boleh? Hayo... kecuali kalau memang ada alergi, lain cerita..


Coba, kalau saya enggak update, jarang ke posyandu, pilih vaksinnya ke rumah sakit semua dan jarang mengakses fasilitas puskesmas, mana tahu saya ada program kelas kehamilan begini. Ternyata banyak juga ibu di daerah perkotaan yang jarang mengakses posyandu (bahkan nggak pernah karena nggak tahu). Entah karena posyandu tak berjalan, atau memang tidak mengetahui informasi soal posyandu. Banyak yang memilih langsung konsultasi ke spesialis anak.

Bumil juga wajib ke posyandu buat memantau berat badan lho. Kalau berat badan kurang, nanti disarankan ke puskesmas, terus ada biskuit tambahan gizi khusus bumil. Bude saya pernah dapet buat naikin berat badan janin. Tapi.. yang ngabisin saya, hehehe.
Padahal, saya pernah juga lho ke puskesmas, di sana ada klinik tumbuh kembang. Bisa konsultasi berat badan dengan konselor gizi. Lalu setelah konsultasi, ada beberapa tips dan tambahan ilmu untuk menstimulasi perkembangan anak. Jadi, jika Anda, belum pernah mengakses fasilitas kesehatan masyarakat terdekat, coba aja deh iseng ke posyandu deket rumah, atau ke puskesmas terdekat (sesuai kecamatan).

Jadi, tak ada salahnya mencoba fasilitas kesehatan dasar seperti puskesmas. Jangan underestimate dulu, nggak semua layanan pemerintah itu jelek kok :)))))

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita-ceritanya Bumil (Lagi)

Susu Tempe dan Puding Tempe, Dih Emang Enak?

Bingung Puting Makanan Apaan Sih?