Saya, Burik dan Kemasyuran
Hari ini saya duduk di apartemen yang baru sambil memandang perumahan kumuh. Agak jauh dari atas sini, tapi saya masih bisa melihat jelas dan hafal betul area itu. Ini karena saya sempat hidup di perumahan kumuh. Tapi keadaan begitu terbalik sekarang. Saya senyum-senyum sendiri. Beberapa menit yang lalu, seorang tetangga saya di area kumuh itu mendatangi saya. Tetangga itu bernama Pak Burik. Dengan wajahnya yang memelas, ia meminta uang dari saya. Untuk apa? Mulanya ia bilang untuk makan dan bayar sekolah anak-anaknya. Tapi akhirnya ia mengaku. “Tipi layar datar Boy, istriku itu ribut minta tipi baru yang flat. Soalnya tipi kami yang lama udah rusak.” Saya meringis dan geleng-geleng kepala. Kenangan-kenangan itu mulai berdatangan dalam otak saya. Lalu tanpa saya sadari, saya rindu kehidupan yang dulu. Tak ada yang mengenal saya, tak ada cewek yang menggoda saya. Kehidupan yang bebas, tak terikat waktu, atau siapapun. Kalau pagi hari tiba, saya selalu punya hiburan ...